Bersyukur Tidak Menjadi Penganut Syiah
BERSYUKUR TIDAK MENJADI PENGANUT SYI’AH
Bermusuhan, membenci, dengki dan hasad merupakan sikap para pemeluk Syiah kepada Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Empat sikap mereka itu tampak sekali melalui tikaman-tikaman yang mereka lontarkan kepada generasi terbaik umat Islam tersebut, yang memenuhi buku-buku rujukan mereka, baik dari tulisan tokoh agama mereka terdahulu maupun hasil karya panutan mereka sekarang.
Di antara yang mereka yakini adalah Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjadi kafir dan murtad sepeninggal Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kecuali beberapa individu dari mereka saja, sesuai yang termaktub dalam beberapa riwayat dalam referensi-referensi mereka yang paling shahih dan terpercaya menurut mereka.
Al-Kulaini (seorang tokoh agama Syiah masa lalu) meriwayatkan (riwayat dusta) dari Abu Ja’far, bahwa ia mengatakan, “Orang-orang telah menjadi murtad sepeninggal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kecuali tiga individu saja”. Aku bertanya, “Siapakah mereka bertiga itu?”. Ia menjawab, “Al-Miqdâd bin al-Aswad, Abu Dzarr dan Salmân al-Fârisi”. [ar-Raudhah dari al-Kâfi 8/245-246].
Dalam al-Ikhtishâsh (hlm.6) karya al-Mufîd (seorang tokoh agama Syiah masa lalu) dari Abdul Malik bin A’yun bahwa ia bertanya dan bertanya kepada Abu ‘Abdillah, sampai Abdul Malik bin A’yun mengatakan, “Jadi, manusia sudah binasa?” Abu Ja’far menjawab, “Ya, demi Allâh! wahai Ibna A’yun. Semua manusia binasa seluruhnya, penduduk Timur dan Barat. Kesesatan telah terbuka bagi mereka. Demi Allâh! mereka telah binasa kecuali tiga orang saja (yaitu) Salmân al-Fârisi, Abu Dzarr dan Miqdâd bin Aswad. Lalu ‘Ammar, Abu Sasân al-Anshâri, Hudzaifah dan Abu ‘Amrah bergabung dengan mereka, sehingga berjumlah tujuh orang (yang selamat)”
Para tokoh agama Syiah telah mengutip riwayat-riwayat tentang adanya ijma’ (di kalangan tokoh agama mereka) untuk mengkafirkan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Al-Mufîd mengatakan dalam Awâilul Maqâlât (hlm.45), “Sekte Imamiyyah, Zaidiyyah dan Khawarij sepakat bahwa para nâkitsin (perusak perjanjian) dan qâsithin (pelaku kezhaliman) dari penduduk Basrah dan Syam mereka semua itu kafir, sesat, terlaknat karena memerangi Amirul Mukminin (Ali bin Abi Thalib) dan dengan sebab itu, mereka berada di Neraka selama-lamanya”.
Nikmatullah Al-Jazâiri (seorang tokoh agama Syiah masa lalu) mengatakan dalam al-Anwaru an-Nu’maaniyyah (2/244), “Syiah Imamiyyah menyatakan keberhakan ‘Ali menjadi khalifah (pengganti Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) berdasarkan nash yang tegas, dan mengkafirkan para Sahabat, dan mencela mereka. Lalu mereka memindahkan imamah kepada Ja’far ash-Shâdiq, dan setelah itu kepada putra-putra keturunannya yang makshum ‘alaihimus salam”.
Celaan Syiah terhadap Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya berhenti pada titik ini saja dengan meyakini para Sahabat kafir dan murtad, akan tetapi mereka juga meyakini para Sahabat adalah sejelek-jelek makhluk ciptaan Allâh, dan keimanan yang benar kepada Allâh dan Rasul-Nya tidak tercapai kecuali dengan membenci para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , terutama kepada tiga khalifah pertama: Abu Bakar, Umar dan Utsman serta Ummahatul Mukminin.
Muhammad Baqir al-Majlisi (seorang tokoh agama Syiah masa lalu) mengatakan dalam Haqqul Yaqiin (hlm.19), “Keyakinan kami terkait bara` ialah kami berlepas diri dari empat berhala berikut: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyah, dan dari empat wanita: Aisyah, Hafshah, Hindun dan Ummul Hakam dan seluruh pembela dan pengikut mereka. Mereka adalah makhluk Allâh di muka bumi ini yang paling buruk dan sesungguhnya iman kepada Allâh, Rasul-Nya para imam tidak sempurna kecuali dengan benci terhadap musuh-musuh mereka”.
Dengan demikian, orang-orang Syiah meyakini para khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib dan Ummahatul Mukminin sebagai orang-orang yang akan disiksa dengan siksaan paling pedih di hari kiamat kelak bersama manusia-manusia paling buruk dan thaghut-thaghut dari kalangan manusia.
Al-Qummi menafsirkan al-falaq dari Surat al-Falaq, “(Al-Falaq) adalah dasar neraka Jahannam. Para penghuni neraka memohon agar tidak terkena panasnya. Lalu Allâh memintanya untuk bernafas dengan panasnya yang dahsyat. Lalu ia bernafas, sehingga membakar Jahannam. Di dalam dasar neraka ada shunduq dari api. Para penghuni dasar neraka memohon dilindungi dari panasnya shunduq tersebut. Ia berbentuk kotak. Di dalam kotak ini ada enam orang penghuni dari manusia-manusia pertama dan manusia-manusia terakhir. Adapun enam dari manusia-manusia terdahu adalah putra Adam yang membunuh saudaranya, Namrud yang melemparkan Ibrahim ke dalam kobaran api, Fir’aun di zaman Musa, Samiri yang menjadikan anak sapi sebagai tuhan dan menjadikan orang-orang Yahudi pemeluk agama Yahudi dan orang-orang Nashara pemeluk agama Nasrani. Adapun enam orang dari manusia terakhir adalah orang pertama, orang kedua, orang ketiga dan orang keempat, tokoh Khawarij dan Ibnu Muljam. Semoga Allâh melaknati mereka”.
Yang dimaksud dengan orang pertama, kedua dan ketiga ialah para khalifah yang mendahulu Ali, dan yang dimaksud keempat ialah Mu’awiyah. Inilah sandi-sandi yang dipergunakan oleh Syiah dalam buku-buku mereka saat menikam kehormatan para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
Nikmatullah al-Jazairi dalam Al-Anwaar an-Nu’maaniyyah (1/81-82) bahkan memandang Umar disiksa pada hari kiamat di dalam neraka dengan siksaan yang lebih pedih dari siksa Iblis, dikarenakan merampas hak khilafah dari Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu.
Kedengkian dan kebencian orang-orang Syiah kepada para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mencapai tingkat bolehnya melaknati mereka. Bahkan harapan mereka untuk mendapat pahala dari Allâh Azza wa Jalla dengan melaknati para Sahabat terutama Abu Bakar dan Umar sulit untuk dilukiskan dalam kata-kata. Na’udzu billah
Mereka punya riwayat dusta dari Zainal Abidin, “Barangsiapa melaknat al-jibt (Abu Bakar) dan ath-thaghut (Umar bin Khaththab) sekali saja, maka Allâh akan menulis baginya 70 juta kebaikan dan dihapuskan darinya 1 juta dosa, dan ia diangkat setinggi 70 juta tingkatan. Dan barangsiapa di sore hari melaknat mereka berdua satu laknat, maka baginya keutamaan seperti itu…”.
Di antara doa paling masyhur di tengah kalangan Syiah adalah doa yang mereka namai ‘Doa Dua Berhala Quraisy’. Dua berhala yang mereka maksud adalah Abu Bakar dan Umar. Mereka memalsukan doa ini atas nama Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu.
Isi doa itu, “Ya Allâh, curahkan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya. Dan laknati dua berhala Quraisy, dua jibt dan dua thaghutnya, dan dua putri mereka berdua yang telah menentang perintah-Mu, mengingkari wahyu-Mu, menolak nikmat-Mu, mendurhakai Rasul-Mu, dan merubah-rubah agama-Mu serta mengotak-atik Kitab-Mu….”.
Di akhir doa, “Ya Allâh, laknati mereka berdua dengan laknat yang banyak, abadi dan selama-lamanya, tanpa pernah putus masanya dan habis hitungannya. Laknat yang mengenai mereka, para pengikut mereka, para penolong mereka, para pecinta mereka, para pembela mereka…”.
Kemudian ucapkanlah 4 x , “Ya Allâh, siksalah mereka dengan siksaan yang membuat penghuni Neraka mohon agar selamat dari siksaan itu. Amin Rabbal ‘alamin”.
Doa ini sangat dianjurkan di tengah mereka. Bahkan mereka pun punya riwayat tentang keutamaan membacanya. Orang yang membacanya seperti orang yang memanah bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di Perang Badr, Uhud, Hunain dengan seribu anak panah. (‘Ilmul Yaqiin fii Ushuliddin, al-Kasyaani 2/101).
Ini pernyataan-pernyataan buruk dari tokoh-tokoh mereka tempo dulu terhadap para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tokoh-tokoh agama Syiah kontemporer pun tidak berbeda dengan pendahulu mereka.
Imam suci mereka, Ayatullah Khomaini mengatakan dalam Kasyful Asraar hlm. 126, “Kami tidak ada urusan dengan Abu Bakr dan Umar, dan pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan terhadap al-Qur`an dan usaha mereka mempermainkan hukum-hukum Allâh, apa yang mereka halalkan dan mereka haramkan sesuai hawa nafsu mereka berdua, serta kezhaliman yang mereka perbuat terhadap Fathimah putri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan putra-putrinya. Akan tetapi, kami hanya ingin menunjukkan kebodohan mereka terhadap hukum Allâh dan hukum agama”.
Inilah sebagian kecil dari keyakinan orang-orang Syiah terhadap para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada di buku-buku tokoh-tokoh agama mereka, yang sarat dengan cacian, celaan kotor, dan ungkapan-ungkapan amoral yang orang-orang baik-baik dan beragama akan enggan melontarkannya kepada orang-orang paling kafir sekalipun. Sementara hati orang-orang Syiah merasa nyaman dengannya, lisan-lisan mereka cepat mengungkapkannya terhadap para Sahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , khalifah-khalifah pengganti Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , pendukung-pendukug dakwah Beliau dan mertua serta menantu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Bahkan orang-orang Syiah menganggap itu sebagai bagian dari agama mereka yang mereka berharap memperoleh pahala dan ganjaran dari Tuhan mereka.
Sebenarnya, seorang Muslim akan mengambil dua pelajaran penting dari mencermati orang-orang Syiah dan kesesatan yang meliputi mereka.
[1]. Seorang Muslim akan merasakan betapa besar karunia Allâh, kelembutan-Nya kepada dirinya, serta limpahan kebaikan-Nya padanya dengan menyelamatkan dirinya dari kesesatan tersebut. Hal ini menuntut dirinya untuk bersyukur kepada Allâh atas karunia hidayah.
[2]. Seorang Muslim mengambil pelajaran dan ibrah dari kesesatan dan penyimpangan yang telah mereka lakukan yang sebenarnya dapat diketahui oleh orang yang tidak cerdas sekalipun, saat mereka bertaqarubb kepada Tuhan mereka dengan melaknati Abu Bakar z dan Umar Radhiyallahu anhu di pagi dan sore hari dan anggapan mereka bahwa satu laknat kepada mereka mendatangkan keutamaan besar bagi orang yang mengucapkannya.
Orang-orang cerdas dari umat Islam, bahkan dari seluruh penganut agama samawi, mereka paham dengan pasti, bahwa Allâh Azza wa Jalla tidak pernah memerintahkan umat manusia untuk beribadah kepada-Nya dengan melaknati seorang kafir manapun, meskipun itu sekafir-kafirnya manusia. Bahkan Allâh Azza wa Jalla pun tidak pernah memerintahkan umat manusia untuk beribadah kepada-Nya dalam dzikir khusus dengan melaknat Iblis yang terlaknat dan jauh dari rahmat Allâh di pagi dan sore hari, sebagaimana yang ada dalam buku-buku rujukan orang-orang Syiah yang memerintahkan untuk beribadah dengan melaknat Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu anhuma.
Lebih jauh, Syaikh Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Meskipun sudah banyak buku-buku Syiah yang saya tela’ah, saya belum lihat dalam buku-buku Syiah asli yang saya baca yang memuat doa khusus atau umum untuk melaknat Abu Jahal, Umayyah bin Khalaf, atau Abul Walid bin Mughirah yang merupakan orang-orang yang paling besar kekufurannya kepada Allâh dan pengingkarannya terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan doa khusus untuk melaknat Iblis pun tidak ada, sementara buku-buku mereka penuh dengan riwayat-riwayat yang berisi laknat kepada Abu Bakar dan Umar, sebagaimana tertuang dalam ‘Doa Dua Berhala Quraisy’.
Di sini, ada ibrah (pelajaran penting) bagi siapa saja yang mau memetik pelajaran dari kesesatan yang telah dialami oleh seorang manusia, bila ia berpaling dari syariat Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan mengikuti hawa nafsu dan bid’ah. Lihatlah bagaimana perbuatan buruknya ia pandang indah dan baik, sehingga ia tidak bisa mengenali mana yang ma’ruf dan mana yang mungkar, dan tidak dapat membedakan mana yang haq dan mana yang batil. Ia berjalan tanpa arah dalam gulungan kegelapan, hidup dalam jerat syahwat.
Allâh Azza wa Jalla telah mengabarkan keadaan demikian dan orang-orang yang mengalaminya dalam firman-Nya:
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا ۖ فَإِنَّ اللَّهَ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ ۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
Maka apakah orang yang dijadikan (syaithan) menganggap baik pekarjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekarjaan itu baik (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaithan)?. Maka sesungguhnya Allâh menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya, maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. [Fâthir/35:8].
Dan Allâh Azza wa Jalla berfirman:
الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupaan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. [Al-Kahfi/18:104]
Dan Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ مَنْ كَانَ فِي الضَّلَالَةِ فَلْيَمْدُدْ لَهُ الرَّحْمَٰنُ مَدًّا ۚ حَتَّىٰ إِذَا رَأَوْا مَا يُوعَدُونَ إِمَّا الْعَذَابَ وَإِمَّا السَّاعَةَ فَسَيَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضْعَفُ جُنْدًا
Katakanlah, “Barang siapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo baginya, sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya”. [Maryam/19:75].
Semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa meluruskan hati kita dan menjaganya dari kecondongan kepada kesesatan.
(Diadaptasi dari al-Intishâru li ash-Shahbi wal Âli min Iftirâ`ati as-Samâwiyyi adh-Dhâlli, DR. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili, Maktabah al-Uluumi wal Hikam Cet. III, Th.1423H, hlm. 56-63 dengan bahasa bebas).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02-03/Tahun XX/1437H/2016M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/7039-bersyukur-tidak-menjadi-penganut-syiah.html